Limaloka

Bahagia Ada Di Mana?

Oleh: Dr. KH. Abdul Wadud Nafis

Perspektif, Limaloka.com — Setiap orang pasti menginginkan dirinya bahagia, setiap individu berbeda-beda dalam mendefinisikan bahagia dan setiap individu berbeda-beda dalam cara mendapatkan kebahagiaan. Tapi yang menjadi pertanyaan, apa bahagia dan di mana tempatnya?

Ketika seorang itu miskin berpikir bahagia itu ada di dalam kekayaan, tapi setelah kaya ternyata tidak merasakan bahagia. Ketikkan miskin hidupnya terasa sulit dan tidak bahagia, karena kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi, kebutuhan pangan tidak terpenuhi kebutuhan keluarga tidak terpenuhi, kebutuhan pendidikan anak-anaknya tidak terpenuhi dan kebutuhan tempat tinggal tidak terpenuhi. Lalu berpikir bahwa kebahagiaan berada pada kekayaan dan terpenuhinya semua kebutuhan, lalu belajar untuk mencapai kekayaan dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapat kekayaan, kemudian berhasil betul-betul menjadi orang kaya. kan tetapi setelah kaya ternyata kebahagiaan tidak ditemukan, setiap hari sibuk dengan menjalankan bisnis, setiap hari sibuk menjaga ancaman kompetitor yang dapat menghancurkan bisnisnya, sehingga tidak merasakan ketenangan hati, tidak merasakan ketentraman hati dan tidak ditemukan rasa bahagia dalam hatinya. Lalu bertanya, bahagia ada di mana?

Ketika menjadi rakyat jelata berpikir kebahagiaan didapatkan ketika punya jabatan, tapi setelah mempunyai jabatan ternyata tidak mendapatkan kebahagiaan. Ketika menjadi rakyat jelata berpikir, bahwa dirinya menderita karena tidak dihormati oleh orang lain dan keinginannya tidak mudah didapatkan, lalu berusaha dan berjuang untuk mendapatkan jabatan, kemudian betul-betul berhasil menjadi pejabat dan punya jabatan. Setelah mendapatkan jabatan ternyata sibuk di dalam menjalankan tugas-tugas jabatannya dan sibuk mempertahankan jabatannya dari ancaman-ancaman lawan politiknya, sehingga hatinya selalu merasa cemas, terancam dan merasa bingung dan tidak merasakan kebahagiaan dengan jabatan yang dimilikinya. Lalu hatinya, bertanya kebahagiaan ada di mana?

Ketika masih bujangan berpikir, bahwa kebahagiaan didapatkan dengan mempunyai pasangan hidup, tapi kenyataannya setelah punya pasangan hidup tidak mendapatkan kebahagiaan. Ketika seorang laki-laki tidak mempunyai istri hidupnya merasa menderita, karena terasa sunyi dan tidak ada yang dapat menemani dan tidak ada yang dapat menyiapkan kebutuhan sehari-hari, lalu menikah dengan seorang perempuan untuk mendapatkan kebahagiaan, ternyata setelah menikah setiap hari dimarahi istri nya, digugat dan dituntut belanja, maka setiap hari hatinya merasa tertekan dan merasa menderita dan tidak merasakan kebahagiaan. Lalu bertanya, kebahagiaan berada di mana?

Sebenarnya bahagia itu berada di hati individu, setiap orang yang beriman, apabila hatinya sabar dan bersyukur akan merasakan kebahagiaan didalam hatinya, ketika ditimpa suatu kesulitan, berupa kemiskinan hatinya sadar, hatinya yakin bahwa ini ketetapan Allah dan setiap ketetapan Allah pasti ada hikmahnya, maka kesulitan diterima dengan ikhlas, maka hatinya tenang dan tentram, demikian juga ketika mendapatkan kenikmatan berupa kekayaan, jabatan, istri dan popularitas hatinya sadar, bahwa ini adalah karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang wajib disyukuri, maka dengan syukur hatinya bahagia, merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan mendapatkan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala berupa ketenangan jiwa.

Orang yang beriman dan sabar serta bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala urusannya selalu dalam keadaan baik. Orang yang sabar dan bersyukur segala urusannya diserahkan kepada Allah dan bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang termaktub dalam Alquran dan hadis nabi. Tetapi sebaliknya orang yang tidak bersyukur segala urusannya itu buruk, karena ketika mendapatkan kesuksesan hatinya merasa sombong dan merasa bahwa ini hasil usahanya sendiri serta hatinya selalu merasa kurang terhadap nikmat yang telah dimilikinya dan tidak merasa puas dengan apa yang didapatkannya, justru yang diinginkan hal-hal yang belum dimilikinya, yang hari ini membawa hatinya merasa menderita dan merasa tidak bahagia.

Orang yang sabar akan menerima terhadap kesulitan yang diberikan oleh Allah pada dirinya dan diterima dengan senang hati karena yakin bahwa musibah yang sedang dihadapi akan membawa karunia dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat dan hatinya yakin bahwa di balik kesulitan pasti ada rahmat Allah akan diberikan kepada dirinya. Perasaan semacam ini melahirkan rasa tenang dan tentram serta tumbuh didalam hatinya rasa bahagia. Akan tetapi orang yang tidak sabar ketika ditimpa suatu musibah hatinya berkeluh resah, bahkan berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hatinya kesal, jengkel, meratapi keadaan dan tidak merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Perkara setiap mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya setiap urusan mereka adalah kebaikan. Hal ini tidak terjadi kepada seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Apabila ia mendapat kebahagiaan, maka ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan apabila ia mendapatkan keburukan, maka ia bersabar, dan itu pun baik baginya (HR. Muslim no. 2999).

Wallahu a’lam bish showab

Penulis: Dr. Moh. Nor Afandi (Dosen UIN KHAS Jember)

Baca Lainnya

Yuk Intip Perspektif lain dari banyak Penulis di Limaloka.com

Kalian yang ingin berkontribusi karya tulis, silahkan ketuk selengkapnya

Mau bergabung sebagai Kontributor?

Silahkan daftarkan diri anda dengan mengisi data berikut: