Perspektif, limaloka.com – Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan budaya dan sejarah, telah mengukir perjalanan demokrasinya dengan penuh tantangan dan prestasi. Tahun 2024 menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, dimana rakyat akan kembali berpartisipasi dalam menentukan dan memilih pemimpin yang cakap dalam mengarahkan pembangunan bangsa dan negara, pada masa depan yang idamkan.
Pemilihan Umum (Pemilu) tahun nanti, ratusan juta warga Indonesia turun ke bilik suara dengan semangat untuk menentukan nasib bangsa. Partisipasi tinggi ini mencerminkan semangat demokrasi yang kuat di kalangan masyarakat. Calon pemimpin dari berbagai latar belakang dan visi, bersaing untuk mendapatkan kepercayaan rakyat, menciptakan panggung kompetisi yang semakin sehat dan berkualitas.
Namun, tantangan tetap ada. Di tengah kelimpahan teknologi dan arus informasi, desas-desus, dan penyebaran berita palsu dapat memengaruhi persepsi publik. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya literasi media dan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu kritis. Peran media massa dalam memberikan informasi yang akurat dan seimbang menjadi semakin vital.
Di tengah pergeseran global yang cepat, Indonesia menghadapi tuntutan untuk tetap menjaga prinsip demokrasi sambil menghadapi tantangan baru. Isu lingkungan, ekonomi, dan ketimpangan sosial semakin menjadi perhatian utama. Demokrasi bukan hanya tentang hak untuk memilih, tetapi juga tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
Pada 2024, Indonesia adalah cerminan demokrasi yang hidup dan bergerak maju. Partisipasi aktif masyarakat, kompetisi politik yang sehat, dan pemberitaan media yang berimbang semakin membentuk fondasi kuat bagi masa depan negara ini. Dengan tekad bersama, Indonesia terus melangkah maju sebagai negara demokratis yang berwawasan global, mengambil inspirasi dari nilai-nilai luhur dan semangat gotong royong yang telah lama menjadi ciri khas bangsa ini.
Perspektif, limaloka.com – Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia merayakan momen bersejarah yang penuh makna: Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Tahun 2023 menjadi tahun istimewa karena menandai 78 tahun Indonesia merdeka. Meski telah berlalu hampir delapan dekade sejak proklamasi kemerdekaan, semangat perjuangan para pahlawan dan jiwa nasionalisme masih menggelora dalam diri setiap warga negara Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 adalah tonggak sejarah yang membebaskan Indonesia dari penjajahan. Para pejuang dan tokoh nasional seperti Soekarno, Hatta, Sudirman, Kartini, dan banyak lainnya, memberikan pengorbanan besar demi cita-cita kemerdekaan. Perjuangan panjang dan gigih mereka melawan penindasan menjadi inspirasi yang mengajarkan kita pentingnya menghormati dan menghargai kemerdekaan yang diperoleh.
Setiap tahunnya, perayaan 17 Agustus di Indonesia diwarnai dengan semaraknya berbagai acara dan lomba. Dari tingkat desa hingga tingkat nasional, perlombaan seperti lomba panjat pinang, balap karung, hingga pertunjukan seni tradisional menghadirkan keceriaan dan semangat kebersamaan di antara warga. Parade, upacara bendera, dan pengibaran merah putih di berbagai tempat juga merupakan bagian tak terpisahkan dari perayaan tersebut.
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan dalam rangka membangun negara yang lebih kuat dan maju. Perkembangan teknologi, ekonomi, dan isu-isu global memerlukan kerja keras dan kolaborasi dari seluruh warga negara. Tantangan seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan pembangunan infrastruktur masih menjadi fokus utama.
Namun demikian, perayaan 17 Agustus juga memberikan peluang untuk merenungkan prestasi yang telah dicapai sejauh ini. Indonesia telah berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, ekonomi, dan teknologi. Semangat gotong royong dan keberagaman budaya menjadi kekuatan yang harus terus dijaga dalam menghadapi tantangan masa depan.
Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tahun 2023 mengajak kita untuk merenungkan sejarah dan meneruskan semangat perjuangan para pendahulu. Semangat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata untuk memajukan bangsa. Pendidikan yang berkualitas, kesetaraan sosial, pelestarian lingkungan, dan inovasi teknologi adalah beberapa hal yang perlu terus diperjuangkan.
Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan visi Indonesia yang lebih baik. Dengan mengambil inspirasi dari perjuangan dan semangat kemerdekaan, kita dapat bekerja sama membangun negara yang lebih adil, sejahtera, dan berdaya saing tinggi di panggung dunia.
Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2023 adalah momen kita akan pentingnya kemerdekaan, perjuangan, dan semangat persatuan. Dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa depan, kita harus memanfaatkan warisan perjuangan para pahlawan sebagai sumber inspirasi untuk mewujudkan visi Indonesia yang lebih baik. Melalui kerja keras, kolaborasi, dan semangat gotong royong, kita dapat mengukir prestasi baru dalam sejarah bangsa ini dan meneruskan perjuangan mereka menuju masa depan gemilang.
Perspektif, limaloka.com – Media sosial secara ramai memberitakan protes Gus Menteri, Yaqut Cholil Qoumas, ke Mashariq Hajj berkaitan dengan layanan yang diberikan kepada jamaah haji Indonesia. Secara tegas, Gus Menteri merespon serius terkait hal ini, terutama berkaitan dengan layanan distribusi makanan.
Sebagaimana video yang beredar, pernyataan Gus Menteri, kurang lebih seperti ini “Selama jamaah saya (haji Indonesia) sudah makan, baru saya mau makan. Kalau jama’ah saya belum makan, saya tidak mau makan,”. Peristiwa ini terjadi usai terlambatnya evakuasi jamaah haji Indonesia dari Muzdalifah.
Pernyataan tersebut memperlihatkan ketegasan Gus Men untuk benar-benar memprioritaskan kondisi jamaah haji Indonesia, baik berkaitan dengan layanan konsumsi, akomodasi, penginapan, transportasi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana diketahui, tahun 2023, para jamaah haji banyak yang sudah berusia 65 tahun ke atas. Karena itu, tagline dari Kementerian Agama adalah Haji Ramah Lansia. Banyak hal telah disiapkan untuk memberikan layanan dengan tidak mengurangi mutu layanan pada jamaah haji lainnya. Secara angka, jumlah lansia mencapai 30 persen (67.000 orang) dari total jamaah haji Indonesia yang berjumlah 229.000 pada tahun 2023. Persisnya, berdasarkan Big Data Kementerian Agama, terdapat sekitar 65.802 jemaah lansia, atau sekitar 33% dari total jamaah, termasuk jamaah dengan resiko tinggi.
Berkaitan dengan hal ini, telah banyak inovasi yang dilakukan oleh Kementerian Agama, misalnya menyediakan sarana transportasi bus sholawat untuk jamaah haji lansia, menyediakan ruang tunggu khusus bagi Lansia di lobi-lobi hotel Mekah menyediakan lift khusus untuk jamaah haji lansia, dan lain sebagainya. Para jamaah haji ini telah memenuhi syarat-syarat, misalnya syarat mampu (istita’ah) yang mengandung arti keuangan, keamanan, kesehatan fisik dan waktu. Pelayanan kepada seluruh jamaah haji ini menjadi kata kunci kesuksesan pelaksanaan ibadah haji tahun 2023.
Tentu, harus diakui, pelayanan jamaah haji tahun 2023 membutuhkan upaya dan usaha keras untuk memastikan semua hal berjalan dengan baik. Karena itu, pernyataan Gus Menteri untuk tidak makan sebelum jamaah haji makan, merupakan gambaran keteladanan seorang pemimpin.
Keteladanan ini terletak pada wujud tanggung jawab seorang pemimpin untuk memastikan segala persoalan dapat diselesaikan. Dengan kata lain, kebutuhan pribadi harus ditanggalkan sebelum urusan tanggungjawab keumatan belum selesai. Hal inilah yang dapat menjadi contoh dan teladan yang baik disaat banyak peristiwa atau oknum tertentu yang kerapkali mementingkan urusan pribadi dan kelompoknya, daripada urusan umat, bangsa, dan negara.
Kepemipinan Gus Men yang ditunjukkan sebagai Amirul hajj adalah prototipe pemimpin progresif, sensitive terhadap persoalan yang ada, serta progresif (future orientation) dengan mengayomi dengan sikap kasih dan sayang. Sebagai pemimpin, Gus Men turun langsung mengecek persoalan dengan turut serta bekerja.
Alhasil, saat ini para jamaah haji sudah mulai berdatangan ke Indonesia. Tentu, tidak ada yang sempurna. Namun, tanggung jawab dari Kementerian Agama dengan segala daya telah dilakukan. Sudah sepatutnya apresiasi diberikan kepada seluruh yang bertugas dalam mensukseskan pelaksanaan ibadah haji tahun 2023. Profesionalitas dan dedikasi yang tinggi itu telah ditunaikan dengan sangat baik.
Satu hal yang perlu terus dilakukan adalah evaluasi. Evaluasi juga menjadi kunci untuk terus dilakukan demi peningkatan pelayanan jamaah haji untuk tahun-tahun berikutnya.
Perspektif, limaloka.com – Adam, seorang pemuda yang hidup dalam penuh kesesatan dan jauh dari jalan yang lurus, kini telah menemukan jalan yang benar setelah mengalami taubat yang mendalam. Taubatnya menjadi pembuka babak baru dalam hidupnya, mengajarkan pentingnya meninggalkan segala bentuk kemaksiatan.
Setelah mengalami transformasi spiritual yang kuat, Adam memutuskan untuk mengakhiri semua hubungan dengan segala bentuk kemaksiatan yang dulu pernah membelenggunya. Dia menghapus jejak-jejak dosa masa lalunya dan beralih ke arah yang baru, mengikuti jalan kebenaran.
Satu nilai yang dipegang teguh oleh Adam adalah persaudaraan kemanusiaan. Dia merajut nilai-nilai ini dengan gigih, memahami bahwa sebagai umat manusia, kita semua memiliki kewajiban untuk saling menyayangi dan memahami satu sama lain. Adam berusaha menjalin hubungan yang kuat dengan sesama manusia, tanpa memandang perbedaan ras, agama, atau budaya.
Momentum wukuf, yang terjadi setiap tahunnya selama ibadah haji, telah menjadi sarana yang memungkinkan Adam dan umat Islam lainnya untuk mengasah performa spiritual secara universal. Dalam momentum ini, Adam menggali sumber daya dirinya yang terdalam untuk menunjukkan integritas, humanitas, spiritualitas, adabtibilitas, dan nilai-nilai Nahdlatul Ulama yang dijunjung tinggi.
Integritas menjadi landasan bagi Adam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ia berusaha hidup jujur, bertanggung jawab, dan konsisten dalam prinsip-prinsip agamanya. Humanitas, bagi Adam, adalah tentang memahami dan membantu sesama manusia yang membutuhkan, baik dalam hal material maupun emosional. Ia berupaya menjadi sumber kebaikan bagi orang lain.
Dalam sisi spiritualitas, Adam menjaga hubungannya dengan Allah SWT, berusaha memperdalam ibadah dan menguatkan ikatan dengan Sang Pencipta. Adabtibilitas menjadi kunci kesuksesan Adam dalam menjalani perjalanan hidupnya, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan tantangan yang ada. Sedangkan nilai-nilai Nahdlatul Ulama menjadi panduan utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari Adam, menumbuhkan semangat kebersamaan, toleransi, dan persaudaraan yang kuat.
Adam, dengan semangat baru dan hati yang murni, berharap dapat menjadi teladan bagi umat Islam lainnya. Ia percaya bahwa taubat yang mendalam telah membuka pintu kehidupan yang lebih baik dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Melalui perjalanan spiritualnya, Adam menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
Kisah Adam yang menemukan Arofah sebagai babak baru dalam hidupnya setelah taubat, mengajarkan kita semua.
Perspektif, limaloka.com — Segala puji milik Allah yang telah memberikan perintah-perintah dan larabgan-larangan-Nya sehingga manusia bisa dengan mudah mengenali kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan.
Sholawat dan salam semoga tetap Allah curahkan kepada penutup para Nabi dan Rosul, Sayyidina Muhammad saw. Amma ba’du.
Sebagai bagian dari umat Islam atau muslim, kita tahu banyak hal yang baik dan yang buruk lantaran adanya ajaran Islam yang bersumber dari Allah swt melalui wahyu dan melalui Rosulullah SAW yang dilanjutkan oleh pewarisnya, yakni para ulama. Banyak hal yang baik dan yang buruk itu, tanpa susah payah kita sendiri, bisa kita dapatkan. Ya kita ketahui.
Bahwa kita bisa tahu dengan, katakanlah, relatif mudah itu bagai biasa-biasa saja. Itu wajar karena kita hidup di dalam “eko-pengetahuan” yang melimpah di dalamnya pengetahuan agama (baca: Islam). Bak ayam di lumbung padi, bak itu pula kita di lumbung-pengetahuan-agama.
Kita hidup bergelimang pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk. Maka pengetahuan yang baik dan yang buruk yang melimpah ruah itu, menjadi terasa biasa-biasa saja.
Padahal tentu saja itu (pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk) sungguh bukan hal biasa melainkan luar biasa. Amat sangat luar biasa.
Bayangkanlah sejenak, ya bayangkan meski hanya sejenak, bagaimana kita bisa tahu dan memastikan dengan yakin bahwa makan daging babi adalah hal atau perbuatan buruk, andai tanpa wahyu.
Bagaimana kita bisa tahu dan yakin dengan pasti bahwa menyembah Tuhan itu adalah dengan melakukan gerakan dan bacaan yang membentuk apa yang kita sebut dengan shalat itu, jika tanpa wahyu. Dan lain-lain (dan) dan sebagainya-sebagainya.
Memang sebagian hal yang baik yang bisa didapat dari ajaran agama, juga bisa diketahui dan diyakini sebagai hal yang baik oleh kalangan yang tidak beragama sekalipun, misalnya menolong orang yang membutuhkan pertolongan sebagai salah satu contoh, tapi mana bisa tahu dengan yakin bahwa hal itu akan ada balasannya kelak di kehidupan akherat.
Bahkan bagaimana orang bisa tahu dengan yakin bahwa kehidupan akherat itu sendiri ada andaikan saja tanpa wahyu.
Di samping itu, seberapa banyak yang bisa diketahui, andai tanpa infornasi wahyu, dibandingkan apa yang telah diberitahukan oleh wahyu atau agama. Ya, seberapa banyak dan rinci yang mungkin bisa kita ketahui dibandingkan yang telah disediakan oleh wahyu atau agama.
Terhadap semua itu, jika sejenak saja sempat merenungkannya, tentu kita akan mudah mensyukurinya. Mensyukuri petunjuk berupa pengetahuan yang baik dan yang buruk yang kemudian kita kenal dengan “‘syariat Islam” dalam arti luas itu.
Jangankan mikirkan hingga menemukan keyakinan yang pasti, sebanyak hal-hal yang telah diberitahukan oleh wahyu atau agama, sepersekiannya sajapun mungkin belum tentu tuntas bisa dilakukan, sekali lagi, andaikan saja tanpa wahyu atau agama.
Dengan wahyu atau agama, kita bisa dapat anugerah dan kemurahan dari Allah swt berupa pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk sedemikian rupa secara, ibaratnya, F.o.D, bukan C.o.D.
Ya, “Free on Delivery” atau “gratis langsung tiba di tempat,” bukan “‘Cash on Delivery” alias “bayar langsung saat (barang) tiba ditempat.”
Perspektif, limaloka.com — Hari ini terlihat banyak anak anak membawa peralatan menggambar disebuah mall terbesar di Jember, ternyata ada event lomba menggambar khusus anak anak terutama pada satuan pendidikan taman kanak kanak. Menggambar adalah salah satu aktivitas yang menyenangkan buat anak anak, selain mengasah kreativitas, ekplorasi imajinasi serta pengembangan motorik anak bisa di bangun melalui kegiatan ini.
Kenapa harus di Mall?
Ini yang masih menjadi kegundahan, mall yang indentik dengan penjualan barang barang branded, permainan game, foodcourt, pameran pameran produk mahal dan tempat kongkow, dijadikan tempat untuk aktivitas anak anak dalam mengasah kompetensinya.
Konstruksi pengalaman belajar yang disandingkan dengan tempat seperti ini dikhawatirkan akan menginternalisasi pada perilaku anak, semisal konsumtif, perilaku tidak mengahargai barang yang masih bisa dimanfaatakan, makan harus pada tempat yang bernuasan mall, belanja harus ke mall, karena bagaimanapun perkembangan anak akan dipengaruhi oleh pengamalan belajar dari lingkungan sekitarnya.
Paradigma Pengusaha Mall
Jelas, pengusaha mall akan berusaha mempertahankan eksistensi bisnisnya, bahkan selalu membuat research dan analisa tentang keinginan dan harapan semua orang, melalui konsep tata ruang, tempat parkir, kelengkapan produk, tata letak barang dan lain sebagainya.
Termasuk ideologi tentang usahanya yang harus dikenalkan melalui arus bawah. anak anak harus kenal apa itu mall, apa saja yang ada di dalam mall, permainan apa saja yang ada di dalam mall.
Program mengatasnamakan pendidikan bisa dilaksanakan di dalam mall sebagai wujud pelanggengan bisnis melalui sosialisasi alam bawah sadar tentang mall. tidak jarang mall mengadakan even berbalut pendidikan dengan berbagai macam, lomba menggambar, cerdas cermat, lomba menghafal surat pendek Al Qur’an, baca pusi dan lain lain sebagai misi sosialisasi dalam konstruksi keuntungan.
Pengelola Lembaga Pendidikan Mengikuti Arus Pengusaha
Pengelola lembaga pendidikan kadang kurang jeli melihat dampak bagi perkembangan anak yang bisa saja lambat laun akan mempengaruhi kepribadian dan life style anak ke depan. Lembaga pendidikan mungkin diuntungkan dengan pemberian tempat pembelajaran yang gratis, fasilitas gratis, kalaupun tidak gratis bayar murah, yang seolah olah nyaman bagi anak untuk berkreasi.
Pengelola lembaga pendidikan harusnya lebih bisa mencermati bahwa pengalaman belajar akan menjadi pengetahuan yang kadang masih tersimpan dalam alam bawah sadar anak, yang suatu waktu akan direspon ketika ada stimulus muncul dari luar.
Mutualis atau parasitis??
Banyak yang menganggap bahwa ini adalah sebuah kerjasama yang sama sama menguntungkan. Pengusaha diuntungkan tentang sosialisasi usahanya dan dampak dari sosialisasinya, baik langsung maupun tak langsung.
Berapa banyak uang mengalir ke kantong pengusaha atas dampak kegiatan yang diadakan, anak anak langsung turun ke game zone setelah kegiatan selesai, anak anak juga membeli snack dan makanan yang harganya cukup mahal, pengelola lembaga pendidikan seolah olah diuntungkan diberikan tempat dan fasilitas gratis untuk kegiatan belajar.
Atas nama prestise, atas nama privilege, atas nama brand mall menjadikan antusiasme pengelola lembaga pendidikan untuk mengikut sertakan anak didiknya dalam kegiatan yang diadakan di mall
Pembelajaran sesat, sebuah konstruksi belajar yang dibangun lepas dari tujuan pendidikan dan kaidah kaidah nilai pembelajaran. Kalau ini dibiarkan bisa menjadi boomerang pada perkembangan mental kepribadian anak. Mental generasi friksi dimulai dari penanaman pengalaman belajar yang kurang tepat.
Gaya hidup hedon, gaya hidup eksklusive, gaya hidup elit terkadang dibangun melalui pengalaman belajar yang tidak relevan antara tempat dan kegiatan belajar anak dan ini bagian dari sismbiosis parasitisasi pembelajaran.
Perspektif, Limaloka.com — Manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, ada bangsa Eropa, bangsa Asia, bangsa Afrika dan bangsa Arab. Setiap bangsa mempunyai beberapa suku, misalnya Indonesia memiliki suku Madura, Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Masing-masing bangsa dan suku mempunyai bahasa sendiri dan mempunyai tradisi sendiri, bangsa Arab memiliki bahasa sendiri dan memiliki tradisi sendiri, Asia memiliki bahasa sendiri dan tradisi sendiri.
Manusia terdiri dari berbangsa-bangsa dan suku mempunyai hikmah yang sangat tinggi dan sangat mendalam.
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Meneteliti.” (QS. Al Hujurat: 49).
Yang menjadi pertanyaan apa hikmah di balik manusia terdiri dari bermacam suku dan bangsa?
Jawabannya, Allah menciptakan manusia terdiri dari bermacam bangsa dan bermacam-macam suku memiliki hikmah yang sangat besar, yaitu sebagai berikut;
Pertama, ta’aruf. Allah menciptakan manusia terdiri dari bangsa-bangsa dan suku-suku, agar satu sama lain saling mengenal, mengenai namanya, mengenal tradisinya, mengenal agamanya, mengenal menu makanannya dan mengenal struktur alamnya. Dengan saling mengenal akan saling mencintai satu sama lain, saling membantu satu sama lain dalam kebaikan dan bekerjasama dalam mengembangkan peradaban manusia yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, melihat keagungan Allah. Manusia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, agar manusia saling mengenal satu sama lain, dengan saling mengenal akan mengetahui tentang warna kulit manusia yang berbeda-beda dan mengetahui bermacam-macam tradisi yang berbeda-beda, maka dengan demikian manusia tahu dan sadar, bahwa Allah maha kuasa menciptakan manusia, di mana struktur tubuh manusia sama, tapi berbeda warnanya, berbeda karakternya, berbeda tradisinya, bahkan juga berbeda wajahnya, yang dengan perbedaan wajah dapat dibedakan satu sama lainnya.
Ketiga, takwa. Orang-orang yang beriman sadar bahwa Allah itulah yang menciptakan manusia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, ada yang hitam, ada yang putih, ada yang tinggi, ada yang pendek, ada yang pintar, ada yang awam. Manusia hakikatnya sama di hadapan Allah, yang membedakan satu sama lain adalah ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena manusia tidak menciptakan diri nya sendiri agar menjadi putih atau hitam dan juga tidak memesan kepada Allah agar dirinya menjadi orang yang cantik dan putih. Yang ketepatan cantik dan putih murni semata-mata mata kehendak Allah. Maka karena itu orang yang bertaqwa sadar terhadap kekuasaan Allah dan keagungan Allah serta sadar bahwa tidak ada yang mulia dalam pandangan Allah kecuali bertakwa kepada Allah, maka dia berusaha dengan sungguh-sungguh agar menjadi orang yang bertakwa, yaitu melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segalanya semata-mata mengharapkan ridho Allah dan takut terhadap azab dan murkaNya.
Keempat, perkembangan ilmu pengetahuan. Manusia berbeda-beda suku dan bangsanya melahirkan perbedaan karakternya, bahasanya, tradisinya dan agamanya, hal ini mendorong manusia untuk mempelajari karakter manusia, melahirkan ilmu psikologi, terdorong mempelajari sejarah hidupnya melahirkan ilmu antropologi, terdorong pelajari bahasanya, melahirkan ilmu bahasa.
Manusia hendaknya bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala di mana Allah menciptakan manusia terdiri dari berbangsa bangsa dan bersuku-suku, agar manusia mengenal satu sama lain dan mengetahui serta menyadari keagungan Allah. Perbedaan kulit dan bahasa tidak mempengaruhi derajatnya di hadapan Allah, yang membedakan derajatnya manusia di sisi Allah adalah ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, makin tinggi ketakwaan seorang makin tinggi pula derajatnya di sisi Allah. Maka orang yang beriman berusaha mentaati Allah dengan sempurna dan menjauhi larangannya dengan sempurna pula semata-mata karena cinta kepada Allah dan mengharap ridho Allah.
Perspektif, Limaloka.com — Setiap orang pasti menginginkan dirinya bahagia, setiap individu berbeda-beda dalam mendefinisikan bahagia dan setiap individu berbeda-beda dalam cara mendapatkan kebahagiaan. Tapi yang menjadi pertanyaan, apa bahagia dan di mana tempatnya?
Ketika seorang itu miskin berpikir bahagia itu ada di dalam kekayaan, tapi setelah kaya ternyata tidak merasakan bahagia. Ketikkan miskin hidupnya terasa sulit dan tidak bahagia, karena kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi, kebutuhan pangan tidak terpenuhi kebutuhan keluarga tidak terpenuhi, kebutuhan pendidikan anak-anaknya tidak terpenuhi dan kebutuhan tempat tinggal tidak terpenuhi. Lalu berpikir bahwa kebahagiaan berada pada kekayaan dan terpenuhinya semua kebutuhan, lalu belajar untuk mencapai kekayaan dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapat kekayaan, kemudian berhasil betul-betul menjadi orang kaya. kan tetapi setelah kaya ternyata kebahagiaan tidak ditemukan, setiap hari sibuk dengan menjalankan bisnis, setiap hari sibuk menjaga ancaman kompetitor yang dapat menghancurkan bisnisnya, sehingga tidak merasakan ketenangan hati, tidak merasakan ketentraman hati dan tidak ditemukan rasa bahagia dalam hatinya. Lalu bertanya, bahagia ada di mana?
Ketika menjadi rakyat jelata berpikir kebahagiaan didapatkan ketika punya jabatan, tapi setelah mempunyai jabatan ternyata tidak mendapatkan kebahagiaan. Ketika menjadi rakyat jelata berpikir, bahwa dirinya menderita karena tidak dihormati oleh orang lain dan keinginannya tidak mudah didapatkan, lalu berusaha dan berjuang untuk mendapatkan jabatan, kemudian betul-betul berhasil menjadi pejabat dan punya jabatan. Setelah mendapatkan jabatan ternyata sibuk di dalam menjalankan tugas-tugas jabatannya dan sibuk mempertahankan jabatannya dari ancaman-ancaman lawan politiknya, sehingga hatinya selalu merasa cemas, terancam dan merasa bingung dan tidak merasakan kebahagiaan dengan jabatan yang dimilikinya. Lalu hatinya, bertanya kebahagiaan ada di mana?
Ketika masih bujangan berpikir, bahwa kebahagiaan didapatkan dengan mempunyai pasangan hidup, tapi kenyataannya setelah punya pasangan hidup tidak mendapatkan kebahagiaan. Ketika seorang laki-laki tidak mempunyai istri hidupnya merasa menderita, karena terasa sunyi dan tidak ada yang dapat menemani dan tidak ada yang dapat menyiapkan kebutuhan sehari-hari, lalu menikah dengan seorang perempuan untuk mendapatkan kebahagiaan, ternyata setelah menikah setiap hari dimarahi istri nya, digugat dan dituntut belanja, maka setiap hari hatinya merasa tertekan dan merasa menderita dan tidak merasakan kebahagiaan. Lalu bertanya, kebahagiaan berada di mana?
Sebenarnya bahagia itu berada di hati individu, setiap orang yang beriman, apabila hatinya sabar dan bersyukur akan merasakan kebahagiaan didalam hatinya, ketika ditimpa suatu kesulitan, berupa kemiskinan hatinya sadar, hatinya yakin bahwa ini ketetapan Allah dan setiap ketetapan Allah pasti ada hikmahnya, maka kesulitan diterima dengan ikhlas, maka hatinya tenang dan tentram, demikian juga ketika mendapatkan kenikmatan berupa kekayaan, jabatan, istri dan popularitas hatinya sadar, bahwa ini adalah karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang wajib disyukuri, maka dengan syukur hatinya bahagia, merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan mendapatkan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala berupa ketenangan jiwa.
Orang yang beriman dan sabar serta bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala urusannya selalu dalam keadaan baik. Orang yang sabar dan bersyukur segala urusannya diserahkan kepada Allah dan bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang termaktub dalam Alquran dan hadis nabi. Tetapi sebaliknya orang yang tidak bersyukur segala urusannya itu buruk, karena ketika mendapatkan kesuksesan hatinya merasa sombong dan merasa bahwa ini hasil usahanya sendiri serta hatinya selalu merasa kurang terhadap nikmat yang telah dimilikinya dan tidak merasa puas dengan apa yang didapatkannya, justru yang diinginkan hal-hal yang belum dimilikinya, yang hari ini membawa hatinya merasa menderita dan merasa tidak bahagia.
Orang yang sabar akan menerima terhadap kesulitan yang diberikan oleh Allah pada dirinya dan diterima dengan senang hati karena yakin bahwa musibah yang sedang dihadapi akan membawa karunia dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat dan hatinya yakin bahwa di balik kesulitan pasti ada rahmat Allah akan diberikan kepada dirinya. Perasaan semacam ini melahirkan rasa tenang dan tentram serta tumbuh didalam hatinya rasa bahagia. Akan tetapi orang yang tidak sabar ketika ditimpa suatu musibah hatinya berkeluh resah, bahkan berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hatinya kesal, jengkel, meratapi keadaan dan tidak merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.
Perkara setiap mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya setiap urusan mereka adalah kebaikan. Hal ini tidak terjadi kepada seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Apabila ia mendapat kebahagiaan, maka ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan apabila ia mendapatkan keburukan, maka ia bersabar, dan itu pun baik baginya (HR. Muslim no. 2999).
Perspektif, Limaloka.com — Islam adalah agama yang menyerukan kedamaian dan mengajarkan mencintai sesama manusia, oleh karena itu umat Islam selalu dituntut bersikap baik pada setiap orang dan bersikap santun pada setiap orang, sikap baik ini ditunjukkan dengan wajah yang berseri-seri dan senyum manis dan tulus ikhlas ketika bertemu dengan orang lain. Sikap baik yang dilakukan oleh orang beriman dengan niat karena mengharapkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala adalah merupakan ibadah dan amal saleh yang mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu (HR: at-Tirmidzi).
Sikap baik yang dilakukan oleh orang Islam pada orang lain terpancar dalam pembicaraannya, apa yang dikatakan adalah hal yang baik, apa yang diucapkan membuat orang lain hatinya senang, apa yang diucapkan membuat orang lain saling mencintai dan saling menyayangi, apa yang diucapkan mengandung hikmah dan bijaksana, dan yang keluar dari lidahnya adalah kata-kata yang mengandung kebaikan dan menyerukan kepada kebaikan.
Orang yang selalu berkata baik adalah pertanda bahwa orang itu beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan beriman pada hari ini pembalasan. Rasulullah bersabda: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ Barang siapa beriman pada Allah dan hari kiamat hendaknya berkata baik atau diam (HR: Bukhari dan Muslim).
Sikap baik seorang muslim pada orang lain tidak hanya ditunjukkan dalam bentuk sikap lahir, tapi juga ditunjukkan dengan sikap batin, di mana seorang muslim mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri dengan tulus ikhlas dan semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, apabila dirinya senang diperhatikan orang lain, maka dia memperhatikan orang lain; jika dirinya senang dihormati orang lain, maka dia menghormati orang lain; jika dirinya senang dibantu orang lain, maka membantu orang lain; jika dirinya senang diperhatikan orang lain, maka memperhatikan orang lain; jika dirinya senang diperlakukan santun, maka bersikap santun pada orang lain dan jika dirinya senang diberi hadiah, maka memberi hadiah pada orang lain. Rasulullah bersabda: لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sesuatu yang dia cintai untuk dirinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, ciri khas seorang muslim yang baik adalah bersikap baik kepada sesama muslimnya dan juga kepada setiap manusia, sikap baik ini direalisasikan dengan mencintai yang lain seperti mencintai dirinya sendiri dan dibuktikan dengan sikap yang lembut pada orang lain, menghormati orang lain dan berkata baik kepada orang lain.
Perspektif, Limaloka.com — Puncak perayaan memperingati satu abad kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) dilaksanakan pada 7 Februari 2023. Untuk menandai seabad usia NU, berbagai acara digelar secara nonstop selama 24 jam di GOR Sidoarjo, Jawa Timur. Salah satu ritualan yang dilaksanakan adalah pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani dan selawatan. Resepsinya dihadiri langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan ulama sedunia.
Yang tidak kalah menarik, rangkaian perayaan seabad NU yang dirancang secara apik ini juga diawali dengan pembacaan istighosah dan puisi serta pemukulan beduk digital. Bahkan, sederet hiburan seperti kasidah, orkhestra, lantunan eolawat, karnaval Nusantara, serta hiburan rakyat lain seperti kuliner Nusantara juga digelar untuk memeriahkan acara ini.
Artikel ini bermaksud mengurai makna di balik meriahnya perayaan satu abad NU yang dikemas dalam beberapa segmentasi. Perayaan 100 tahun NU ini dapat menjadi ruang bagi nahdliyin dalam menegaskan kembali bingkai keagamaan (Islam) sebagai agama yang ramah, toleran, dan kental dengan budaya Nusantara demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Mengingat segudang pengalaman dalam perjalanannya, khususnya dalam mengawal tatanan kehidupan beragama dan berbangsa selama satu abad ini, berbagai proses dialektika yang telah dialami banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi NU, sehingga menjadi penting untuk ditegaskan kembali dalam momentum memperingati satu abad NU ini.
Apalagi, NU, sebagai organisasi terbesar di Indonesia, yang lahir sejak tahun 1926 ini, telah banyak memberikan warna dan kontribusi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah diikat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga bangsa ini terhindar dari disintegrasi dan tetap terjaga keutuhannya meskipun hingga kini tekanan dari ideologi keagamaan tertentu masih mewarnai ruang-ruang publik yang menjadi pilar penting dalam demokrasi kita.
Sebagai jamiyah terbesar di Indonesia, NU menegaskan dirinya sebagi organisasi yang memiliki komitmen kebangsaan dan siap menjadi penjaga NKRI. Setidaknya, komitmen kebangsaan ini telah ditunjukkan oleh NU sejak muktamar di Banjarmasin pada 1936, Resolusi Jihad 1945, pengukuhan Kepala Negara Republik Indonesia sebagai waliyul amri adharuri bi as-syaukah, hingga penerimaan Pancasila dan NKRI sebagai tujuan akhir perjuangan umat Islam pada 1984 di Muktamar NU Situbondo.
Sesuai dengan anjuran dalam upaya membangun keutuhan dalam berbangsa adalah yang pernah dipopulerkan oleh KH Achmad Siddiq (1926-1991), salah satu tokoh arsitek Khittah NU 1926, yang juga berperan penting dalam ikut merumuskan fondasi hubungan Islam dan Pancasila.
Dalam sebuah pidato usai terpilih sebagai Rais Aam PBNU dalam Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo, disebutkan bahwa di antara membangun keutuhan bangsa sehingga tidak terjadi disintegrasi, maka keberadaan Islam harus mampu merawat tiga ikatan persaudaraan, yaitu, ukhuwah islamiyah (persaudaraan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan).
Ikatan persaudaraan ini diyakini akan dapat mencairkan ikatan primordial keagamaan, bahkan juga diyakini dapat menjadi modal sossial sehingga dijauhkan dari ancaman disintegrasi bangsa. NU sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah (organisasi sosial keagamaan) dipastikan memiliki komitmen dalam upaya merajut berbagai elemen bangsa.
Cinta tanah air ini dipahami sebagai salah satu upaya aktualisasi nyata keimanan seseorang. Jargon ini dicetuskan langsung oleh pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari melalui hubbul wathani minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman). Karena itulah menjadi tepat jika terus disematkan bahwa NU adalah organisasi sosial keagamaan yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, dan siap menjadi penjaga NKRI.
Islam yang Ramah
Membangun bingkai keagamaan yang ramah menjadi penting. Mengingat representasi Islam di Indonesia, khusus bingkai keagamaan yang akhir-akhir ini banyak ditampilkan melalui media-media baru banyak ditandai oleh warna-warni paham ideologi keagamaan.
Hal ini terjadi, selain karena perkembangan masyarakat saat ini lebih ditandai oleh penggunaan teknologi informasi yang cenderung bebas dalam berekspresi, sehingga fasilitas kebebasan ini juga membuka lebar bagi komunitas tertentu untuk eksis bahkan juga berupaya menguasai ruang-ruang baru itu sebagai tempat berekspresi dalam bentuk aksi-aksi dakwah.
Meski dalam aktivitas dakwah, terkadang juga menghasilkan perdebatan-perdebatan paham keagamaan yang tidak pernah ada ujungnya. Apalagi sebagian aktivitas dakwah itu harus dilakukan dengan menggunakan cara pandang yang cenderung provokatif dan penuh dengan kebencian terhadap kelompok yang dianggap berbeda. Sehingga pesan keagamaan yang ditampilkan tidak menunjukkan sikap moderat, toleran, bahkan terkesan penuh dengan nuansa kebencian terhadap komunitas yang berbeda.
Karena itulah keberadaan NU yang lekat dengan nilai-nilai keaswajaan seperti tawasuth, tawazun, dan iktidal ketika dihadapkan pada perbedaan menjadi penting agar bisa ikut terlibat secara aktif mewarnai paham keagamaan, khususnya yang diekspresikan dalam ruang-ruang baru.
Semisal kehadiran NU yang selama ini telah dijalankan melalui NU Online, dan beberapa situs yang lain sehingga dapat memberikan paham keberimbangan bagi khalayak.Terlebih lagi bila NU melalui ruang semacam ini bisa tampil dan menampilkan Islam sebagai agama yang ramah, agama yang moderat dan penuh dengan toleransi, bukan menampilkan Islam sebagai agama yang galak dan intoleran.
Tentu, sebagai ormas Islam dengan basis massa yang besar, NU juga memiliki tanggung jawab besar. Karena itulah NU harus selalu berkomitmen untuk melindungi umatnya dari ancaman paham keagamaan yang disebarkan oleh komunitas keagamaan dengan ideologi-ideologi yang cenderung radikal.
Hemat penulis, dengan perayaan satu abad NU ini, sesungguhnya juga dapat menjadi ruang yang sangat strategis sebagai sarana untuk menegaskan kembali tentang bingkai keagamaan (Islam), yaitu sebagai agama yang ramah, toleran, dan kental dengan budaya Nusantara.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, kegiatan perayaan semacam ini dapat dipahami sebagai media komunikasi yang strategis. Karena itulah bingkai keagamaan, yaitu memahami Islam sebagai agama yang toleran sebagaimana nilai yang terus disematkan kepada NU ini, dapat diteguhkan melalui peringatan satu abad NU ini.
Minimal, peringatan ini bisa menjadi ruang berbagai pengalaman perjalanan NU, terutama selama NU mengawal tatanan kehidupan beragama dan berbangsa yang telah diikat dalam sistem NKRI.
Bingkai keagamaan ini juga bisa menjadi wujud komitmen dalam menjalankan kehidupan berbangsa, sehingga NU turut bertanggung jawab ikut memastikan bahwa bangsa ini benar-benar terhindar dari disintegrasi dan terjaga keutuhannya. Spirit pembaharu ini selaras dengan tema Harlah 1 Abad NU, yaitu “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru”.
Mau bergabung sebagai Kontributor?
Silahkan daftarkan diri anda dengan mengisi data berikut: